Saudariku, Apa yang Menghalangimu Berhijab? (II)

3. Ukhti, Jangan Terjerumus Pada rnPertentangan.
Tatkala engkau menasehati sebagian ukhti yang belum berhijab, rnsebagian mereka ada yang menjawab: ”Saya juga seorang muslimah, selalu menjaga rnshalat lima waktu dan sebagian shalat sunat, saya puasa Ramadhan dan telah rnmelakukan haji, berkali-kali pula saya umrah, aktif sebagai donatur pada rnbeberapa yayasan sosial, tetapi saya belum’ mantap dengan ber-hijab”.

rn

4. Pertanyaan Buat Ukhti
”Kalau memang anda sudah dan selalu melakukan rnamalan-amalan terpuji, yang berpangkal dari iman, kepatuhan pada perintah Allah rnserta takut siksaNya jika meninggalkan kewajiban-kewajiban itu, mengapa anda rnberiman kepada sebagian dan tidak beriman kepada sebagian yang lain, padahal rnsumber perintah-perintah itu adalah satu?

rn

Sebagaimana shalat yang selalu anda jaga adalah suatu kewajiban, demikian rnpula halnya dengan hijab. Hijab itu wajib, dan kewajiban itu tidak diragukan rnadanya dalam A1Qur’an dan As Sunnah. Atau, apakah anda tidak pernah mendengar rncercaan Allah terhadap Bani Israil, karena mereka melakukan sebagian perintah rndan meninggalkan sebagian yang lain?
Secara tegas, dalam hal ini Allah rnberfirman:
Artinya:
…Apakah kamu beriman kepada sebahagian AI-Kitab rn(Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tidaklah balasan bagi rnorang-orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam rnkehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang rnsangat berat, Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”. (Al-Baqarah: rn85)
Selanjutnya renungkanlah hadits shahih berikut ini:

rn

”Sesungguhnya penghuni Neraka yang paling ringan adzabnya pada Ilari Kiamat rnialah orang yang diletakkan di tengah kedua telapak kakinya dua bara api, dari rndua bara api ini otaknya mendidih, sebagaimana periuk yang mendidih dalam bejana rnbesar yang dipanggang dalam kobaran api ”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, rnKitabur Riqaaq, 11/376.

rn

Jika seperti ini adzab yang paling ringan pada hari Kiamat, lalu bagaimana rnadzab bagi orang yang diancam Allah dengan adzab yang amat pedih, sebagaimana rndisebutkan dalam ayat ini. Yakni bagi orang yang beriman kepada sebagian ayat rndan meninggalkan sebagian yang lain?

rn

5. Wahai Ukhti…
Apakah hanya demi penampilan, kebanggaan dan saling rnunggul-mengungguli di dunia, lain anda rela menjual akhirat dan slap menerima rnadzab yang pedih?
Sungguh, kami tidak berharap untuk ukhti, melainkan rnkebaikan di dunia dan di akhirat. Kami meminta agar ukhti mau menggunakan akal rnsehat dalam menentukan pilihan ini.

rn

C. SYUBHAT KETIGA: IMAN ITU LETAKNYA DI HATI

rn

Jika salah seorang di antara mereka ditanya, mengapa dia tidak berhijab? Maka rnukhti yang terhormat ini akan menjawab: ”Ah, iman itu letaknya di hati”.
Ini rnadalahjawaban yang paling sering dilontarkan para wanita muslimah yang belum rnberhijab. Karena itu, di bawah ini akan kita bahas syubhat tersebut.

rn

1. Sumber Syubhat:
Mereka berusaha menafsirkan sebagian hadits, tetapi rntidak sesuai dengan yang dimaksudkan. Seperti dalam sabda Nabi Shallallahu rn’Alnihi Wnsallam:

rn

”Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk-bentuk (lahiriah) dan harta rnkekayaanmu, tetapi Dia melihat pada hati dan amalmu sekalian ”.
Tampaklah, rnbahwa mereka menggugurkan makna yang semestinya, yaitu kebenaran yang dibelokkan rnkepada kebatilan. Memang benar, iman letaknya dalam hati, tetapi iman itu tidak rnsempurna bila dalam hati saja.

rn

Dengan hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hendak menjelaskan rnmakna keikhlasan bagi diterimanya suatu amal perbuatan. Allah tidak melihat rnbentuk-bentuk lahiriah, seperti pura-pura khusyu’ dalam shalat dan sebagainya, rntetapi Allah melihat hati dan keikhlasan niat dari segala yang selain Allah. Dia rntidak menerima suatu amal perbuatan kecuali yang ikhlas untuknya rnsemata.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

rn

”Taqwa itu ada di sini”, seraya menunjuk ke arah dadanya ”.
Pengarang rnkitab Nuzhatul Mutraqin berkata: ”Hadits ini menunjukkan, pahala amal tergantung rnkeikhlasan hati, kelurusan niat, perhatian terhadap situasi hati, pelempangan rntujuan dan kebersihan hati dari segala sifat tercela yang dimurkai Allah”

rn

2. Definisi Iman
Iman tidak cukup hanya dalam hati. Iman dalam hati semata rntidak cukup menyelamatkan diri dari Neraka dan mendapatkan Surga.
Definisi rniman menurut jumhur ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah : ”Keyakinan dalam rnhati, pengucapan dengan lisan dan pelaksanaan dengan anggota badan”.
Definisi rnini terdapat dalam setiap buku akidah (tauhid), kecuali buku-buku yang rnmenyimpang dan tidak berdasarkan manhaj (methode) Ahlus Sunnnh wal Jama ‘ah.

rn

3. Kesempurnaan Iman
Dalam tashawwur (gambaran) kita, orang yang rnmengatakan iman dengan lidahnya, tetapi tidak disertai keyakinan hatinya, itu rnadalah keadaan orang-orang munafik. Demikian pula orang yang beramal hanya rnsebatas aktifitas anggota tubuh, tetapi tidak disertai keyakinan hati, itu rnmerupakan keadaan orang-orang munafik.

rn

Pada masa Nabi Shallallahu alaihi wasalam , mereka senantiasa shalat bersama rnbeliau, berperang, mengeluarkan nafkah, pulang pergi bersama kaum muslimin, rntetapi hati mereka tidak pemah beriman kepada agama Allah. Kepada mereka, Allah rnmenghukumi sebagai orang-orang munafik, dan balasan untuk mereka adalah berada rndi kerak atau dasar Neraka.
Demikian pula orang yang beriman hanya dengan rnhatinya tapi tidak disertai dengan amalan anggota badan.

rn

Ini adalah keadaan iblis. Dia percaya pada kekuasaan Allah, Dzat yang rnmenghidupkan dan mematikan. Dia meminta penangguhan kematiannya, dia juga rnpercaya terhadap adanya hari Kiamat, tetapi dia tidak beramal dengan anggota rntubuhnya. Allah berfirman:
Artinya: ”la (iblis) enggan dan takabur dan dia rntemzasuk golongan orang-orang kafir”. (Al Baqarah:34)
Dalam Al Qur’an setiap rnkali disebutkan kata iman, selalu disertai dengan amal, seperti: ”Orang yang rnberiman dan beramal shaIih ………..
Amal selalu beriringan dan merupakan rnkonsekuensi iman, keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan.

rn

Kepada ukhti yang belum berhijab dengan alasan ”iman itu letaknya di hati”, rnkami hendak bertanya, andaikata seorang kepala sekolah memintanya membuat rnlaporan, atau mengawasi murid-murid, atau memberi pelajaran ekstra kurikuler, rnatau menjadi petugas piket untuk menggantikan guru yang berhalangan hadir atau rnpekerjaan lain, logiskah jika dia menjawab: ”Dalam hati, saya percaya dan sudah rnmantap terhadap apa yang diminta oieh direktur kepadaku, tetapi aku tidak mau rnmelaksanakan apa yang dikehendakinya dariku”. Apakah jawaban ini bisa diterima? rnLalu apa akibat yang bakal menimpanya?

rn

Ini sekedar contoh dalam kehidupan manusia. Lalu bagaimana jika urusan ini rnberhubungan dengan Allah, Tuhan manusia yang memiliki sifat Yang Maha Tinggi? rn

rn

D. SYUBHAT KEEMPAT: ALLAH BELUM MEMBERIKU HIDAYAH

rn

Para akhawat yang tidak berhijab banyak yang berdalih: ”Allah belum memberiku rnhidayah. Sebenamya•aku juga ingin berhijab, tetapi hendak bagaimana jika hingga rnsaat ini Allah belum memberiku hidayah?, do’akanlah aku agar segera mendapat rnhidayah!”

rn

Ukhti yang berdalih seperti ini telah terperosok dalam kekeliruan yang nyata. rnKami ingin bertanya: ”Bagaimana engkau mengetahui bahwa Allah belum memberimu rnhidayah?”
Jika jawabannya, ”Aku tahu”, maka ada satu dari dua kemungkinan: rn
Pertama, dia mengetahui ilmu ghaib yang ada di dalam kitab yang tersembunyi rn(Lauhul Mahfuzh). Dia pasti mengetahui pula bahwa dirinya termasuk orang-orang rnyang celaka dan bakal masuk Neraka.
Kedua, ada makhluk lain yang mengabarkan rnpadanya tentang nasib dirinya, bahwa dia tidak termasuk wanita yang mendapatkan rnhidayah. Bisa jadi yang memberitahu itu malaikat atau pun manusia. Jika kedua rnjawaban itu tidak mungkin adanya, bagaimana engkau mengetahui Allah belum rnmemberimu hidayah? Ini salah satu masalah.
Masalah lain adalah, Allah telah rnmenerangkan dalam kitabNya, bahwa hidayah itu ada dua macam.Masing-masing adalah rnhidayah dilaIah dan hidayah taufiq.
1. Hidayah Dilalah
Ini adalah rnbimbingan atau petunjuk pada kebenaran. Dalam hidayah’ini, terdapat campur rntangan dan usaha manusia, di samping hidayah Allah dan bimbingan RasulNya. Allah rntelah menunjukkan jalan kebenaran pada manusia yang mukallnf, juga Dia telah rnmenunjukkan jalan kebatilan yang menyimpang dari petunjuk para Rasul dan rnKitabNya. Para rasul pun telah menerangkan jalan ini kepada kaumnya. Begitu pula rnpara da’i. Mereka semua menerangkan jalan ini kepada manusia. Jadi semua ikut rnambil bagian dalam hidayah ini.

rn

2. Hidayah Taufiq
Hidayah ini hanya milik Allah semata, tidak ada sekutu rnbagiNya (dalam pemberian hidayah taufiq ini). Ia berupa peneguhan kebenaran rndalam hati, penjagaan dari penyimpangan, pertolongan agar tetap meniti dan teguh rndi jalan kebenaran, pendorong pada kecintaan iman. Pendorong pada kebencian rnterhadap kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan.
Hidayah raufiq diberikan rnkepada orang yang memenuhi panggi!an Allah dan mengikuti petunjukl\lya.
Jenis rnhidayah ini datang sesudah hidayah dilalah. Sejak awal, dengan tidak pilih rnkasih, Allah memperlihatkan kebenaran kepada semua manusia. Allah rnberfirman:Artinya:
”Dan adapun kaum Tsamua maka mereka telah kami beri rnpetunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk itu rn…. ” (Fushshilat: 17 )

rn

Dan untuk itu, Allah menciptakan potensi dalam diri setiap orang mukaIlaf rnuntuk memilih antara jalan kebenaran atau jalan kebatilan. Jika dia memilih rnjalan kebenaran menurut kemauannya sendiri maka hidayah taufiq akan datang rnkepadanya. Allah berfirman:
Artinya: ”Dan orang-orang yang meminta petunjuk, rnAllah (akan) menambah petunjuk pada mereka dan memberikan kepada mereka rn(balasan) ketakwaannya ” . (Muhammad: 17)

rn

Jika dia memilih kebatilan menurut kemauannya sendiri, maka Allah akan rnmenambahkan kesesatan padanya dan Dia mengharamkannya mendapat hidayah rntaufiq.Allah berfirman :
Artinya:”Katakanlah: ‘Barangsiapa yang berada dalam rnkesesatan, maka biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya …. rn”(Maryam: 75)
Artinya: …Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), rnAllah memalingkan hati mereka ”. (Ash Shaf: 5)

rn

3. Penumpamaan Hidayah Taufiq
Syaikh Asy Sya’rawi memberikan perumpamaan rnyang amat mengena tentang hidayah taufiq ini, dan itu menupakan sunnatullah. rnBeliau mengumpamakan dengan seseorang yang menanyakan suatu alamat. Orang itu rnpergi ke polisi lain lintas untuk menanyakan alamat tersebut. Lain polisi rnmenyarankan: ”Anda bisa bejalan lurus sepanjang jalan ini, sampai di perempatan rnanda belok ke kanan, selanjutnya ada gang, anda belok ke kiri, di situ anda rnmendapatkan jalan raya, di seberang jalan raya tersebut akan terlihat gedung rndengan pamplet besar, itulah alamat yang anda cari”.

rn

Orang tersebut dihadapkan pada dua pilihan, percaya kepada petunjuk polisi rnatau mendustakannya. Jika percaya kepada polisi, ia akan segera beranjak rnmengikuti petunjuk yang diterimanya. Jika berjalan terus sesuai dengan petunjuk rnpolisi, ia akan semakin dekat dengan tempat dan alamat yang ia inginkan.

rn

Jika ia tidak mempercayai saran polisi itu bahkan malah mengumpatnya sebagai rnpendusta, sehingga ia bejalan menuju arah yang berlawanan, rnaka semakin jauh rndia berjalan, semakin jauh pula kesesatannya. Itulah perumpamaan petunjuk dan rnkesesatan.

rn

Ini merupakan perumpamaan yang tepat untuk mendekatkan pengertian sunnatullah rnini. Siapa yang memilih kebenaran, Allah akan menolong dan meneguhkannya. Dan rnsiapa yang memilih kebatilan, Allah akan menyesatkannya dan membiarkannya rnbersama setan yang menyertainya.

rn

4. Carilah Sebab-sebab Hidayah, Niscaya Anda Mendapatkannya
Itulah rnsunnatullnh yang berlaku pada semua makhluknya. Allah berfirman:
…Maka rnsekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan rnsekali-kaIi tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu”. rn(Faathir: 43)

rn

Adapun sunnatullah dalam perubahan nasib, hanya akan terjadi jika manusia rnmemulai dengan mengubah terlebih dahulu dirinya sendiri, lain mengupayakan rnsebab-sebab perubahan yang dimaksudnya. Allah rnberfirman:
Artinya:”Sesungguhnya AIlah tidak mengubah keadaan suatu kaum rnsehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. ” (Ar Ra’d: rn11)
Maka orang yang menginginkan hidayah, serta menghendaki agar orang lain rnmendo’akan dirinya agar mendapatkannya, ia harus berusaha keras dengan rnseba-sebab yang bisa mengantarkannya mendapat hidayah tersebut.

rn

Dalam hal ini, terdapat teladan yang baik pada diri Maryam. Suatu hari, dia rnamat membutuhkan makanan, Padahal ketika itu, ia dalam kondisi sangat lemah, rnseperti yang biasa tejadi pada wanita yang hendak melahirkan.Lalu Allah rnmemerintahkannya melakukan suatu usaha yang orang laki-laki paling kuat sekali rnpun tidak akan mampu melakukannya. Maryam diminta menggoyang-goyangkan pangkal rnpohon korma, meskipun pangkal pohon korma itu sangat kokoh dan sulit rndigoyang-goyangkan. Allah berfirman:
Artinya: ”Dan goyanglah pangkal pohon rnkomra itu ke arahmu …. (Maryam: 25)
Maryam tidak mungkin mampu menggoyang rnpangkal pohon korma, sementara dia dalam kondisi yang amat lemah. Itu hanya rndimaksudkan sebagai usaha mencari sebab dengan cara meletakkan tangannya di rnpohon korma.

rn

Dengan demikian terpenuhilah hukum kausalitas dan sunnatullah dalam hal rnperubahan. Maka hasilnya adalah:
Artinya: ”Pohon itu akan menggugurkan buah rnkorma yang masak kepadamu ”. (Maryam: 25)
Inilah sunnatullah dalam perubahan. rnTidak mungkin orang mukmin terus-menerus berada di masjid, bahkan meskipun di rnMasjidil Haram dengan hanya duduk dan beribadah kepada Allah, Seraya mengharap rnrizki dari Allah.Tentu Allah tidak akan mengabulkannya tanpa dia sendiri mencari rnsebab-sebab rizki tersebut. Langit tak mungkin sekonyong-konyong menurunkan rnhujan emas dan perak.

rn

Karena itu, wahai ukhti, berusahalah mendapatkan sebab-sebab hidayah, niscaya rnanda mendapatkan hidayah tersebut dengan izin Allah. Di antara usaha itu ialah rnberdo’a agar mendapat hidayah, memilih teman yang shalihah, selalu membaca, rnmempelajari dan merenungkan Kitab Allah, mengikuti majelis-majelis dzikir dan rnceramah agama, mendengarkan kaset pengajian agama, membaca buku-buku tentang rnkeimanan dan sebagainya.

rn

Tetapi, sebelum melakukan semua itu hendaknya engkau terlebih dahulu rnmeninggallkan hal-hal yang bisa menjauhkanmu dari jalan hidayah. Seperti teman rnyang tidak baik, membaca majalah-majalah yang tidak mendidik, menyaksikan rntayangan-tayangan televisi yang membangkitkan perbuatan haram, bepergian tanpa rndisertai mahram, menjalin hubungan dengan para pemuda (pacaran), dan hal-hal rnlain yang bertentangan dengan jalan hidayah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *